Sudah dapat dipastikan, tahun
pelajaran 2013/2014 yang akan berlangsung tahun depan, kurikulum pendidikan kita akan berubah.
Berbagai alasan atau lebih halusnya pertimbangan diberikan oleh pengambil
kebijakan di negeri ini. Mulai dari kurikulum yang lebih berbasis sains, agar
up to date dan sebagainya.
Tentunya masih segar dalam ingatan
kita pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kebijakan kurikulum KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi). Tidak berselang lama pada tahun 2006 diganti dengan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang masih berlangsung hingga kini.
Tampaknya pemerintah tidak mempertimbangkan efek-efek yang terjadi akibat
terlalu cepatnya perubahan kurikulum.
Bagi saya pelaku pendidikan di
tingkat bawah, tentunya hanya bisa mengikuti kebijakan tersebut. Walaupun
sebenarnya dalam hati juga banyak bertanya-tanya. Apa benar kurikulum yang
sering berganti ini semata-mata agar lebih berbasis sains dan up to date? Apa
mungkin ada “sesuatu” di balik itu? Dan ternyata pertanyaan ini tidak saja ada
dalam diri saya. Banyak rekan-rekan guru yang sependapat dengan saya.
Tanda tanya besar yang ada pada
diri saya dan beberapa rekan guru memang cukup beralasan. Kadang saat kita
sedang berkumpul, sering kita menyinggung mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan, walaupun perbincangan tersebut diselingi dengan gurauan
(tentunya masih ada hubungannya dengan permasalahan pendidikan kita). Tetapi
walaupun kelihatannya kurang serius, tetapi saya dapat menyimpulkan bahwa ada
pertanyaan yang ada dalam diri saya dan teman-teman yang kurang lebih sama,
yaitu mengapa kurikulum sering berganti.
Pernahkah kita bertanya, apakah
perubahan kurikulum tersebut karena intervensi asing? Tidak dapat dipungkiri
banyak program pendidikan di negeri ini didanai dari dana pinjaman pihak asing.
Bukan tidak mungkin, mereka juga punya maksud tertentu dengan dana yang mereka
pinjamkan. Bisa saja mereka berdalih untuk kemajuan pendidikan kita, tapi di
belakang itu sebenarnya mereka hanya ingin menjerumuskan kita.
Mengapa demikian? Kita tentunya
juga mengetahui, bahwa proyek-proyek yang didanai dari pinjaman asing,
pelaksanaannya seringkali pada hari efektif sekolah, yang secara langsung
ataupun tidak tentunya akan mengganggu proses KBM (walaupun kadangkala kita
juga senang untuk mengikuti kegiatan tersebut, heheh....). Kita lihat saja
nanti, dengan adanya kurikulum baru, pasti akan banyak diklat, workshop dan
sejenisnya yang melibatkan guru, dan mungkin pelaksanaannya akan mengganggu
kegiatan KBM di sekolah.
Akibat lain dari pergantian
kurikulum ini adalah pemborosan. Dengan kurikulum baru, tentunya buku-buku
pelajaran juga baru. Wali murid harus mengeluarkan uang lagi untuk membelinya. Kalau
kita ingat zaman kita SMP atau SMA dulu, kita tidak perlu pusing mengeluarkan uang untuk
beli buku pelajaran karena kita bisa meminjam buku yang dulu dipakai kakak kelas
kita. Sekarang bagaimana? Apalagi ganti kurikulum, ganti tahun pelajaran saja
bukunya kadang sudah berbeda.
Yah....sudahlah. Guru dan murid
yang terjun langsung dilapangan mungkin dianggap sebagai objek dari kebijakan
orang-orang pintar yang katanya tahu seluk beluk pendidikan. Kita hanya bisa sendika dhawuh. Kita siap-siap saja
melaksanakan perintah para petinggi negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar